BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Permasalahan
Tumbuh
kembang remaja pada zaman sekarang sudah tidak bisa lagi dibanggakan.
Perilaku kenakalan remaja saat ini sulit diatasi. Baru-baru ini sering
kita dengar berita ditelevisi maupun radio yang disebabkan oleh
kenakalan remaja diantaranya tawuran, pemerkosaan yang dilakukan oleh
pelajar, pemakaian narkoba, dan lain-lain.
Kehidupan
remaja pada masa kini mulai memprihatinkan. Remaja yang seharusnya
menjadi kader-kader penerus bangsa kini tidak bisa lagi menjadi jaminan
untuk kemajuan Bangsa dan Negara. Bahkan perilaku mereka cenderung
merosot.
Sungguh
sangat di sayangkan para remaja saat ini dengan mudah melakukan
perubahan social dan budaya dengan mengadopsi budaya luar tanpa adanya
filter. Meningkatnya kenakalan remaja saat ini merupakan salah satu
dampak dari media informasi yaitu program siaran televisi yang dinilai
kurang memberikan nilai edukatif bagi remaja ketimbang nilai amoralnya.
Hal ini disebabkan karena industri perfilman kurang memberikan
pesan-pesan moral terhadap siaran yang ditampilkan. Dapat diperhatikan
dalam berbagai program televisi seperti pada sinetron-sinetron maupun
reality show yang banyak menayangkan tentang pergaulan bebas remaja
bersifat pornografis, kekerasan, hedonisme dan sebagainya untuk selalu
ditampilkan dilayar kaca. Oleh karena program tersebut banyak diminati
publik, khususnya remaja. Sehingga dapat memberikan suatu peluang bisnis
bagi pihak stasiun TV yaitu misalnya berupa banyaknya iklan yang
masuk.Berbagai acara yang menayangkan tentang pergaulan bebas remaja di
kota besar yang sarat akan dunia gemerlap (dugem). Seperti tayangan
remaja dalam mengonsumsi obat-obatan terlarang, cara berpakaian yang
terlalu minim alias kurang bahan / sexy, goyang-goyangan yang sensual
para penyanyi dangdut, kisah percintaan remaja hingga menimbulkan seks
bebas, ucapan-ucapan kasar dengan memaki-maki atau menghina dan
sebagainya. Inilah yang seringkali menjadi contoh tidak baik yang sering
mempengaruhi remaja.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Konsep Kenakalan Remaja
Pada
dasarnya kenakalan remaja menunjuk pada suatu bentuk perilaku remaja
yang tidak sesuai dengan norma-norma yang hidup di dalam masyarakatnya.
Kartini Kartono (1988 : 93) mengatakan remaja yang nakal itu disebut
pula sebagai anak cacat sosial. Mereka menderita cacat mental disebabkan
oleh pengaruh sosial yang ada ditengah masyarakat, sehingga perilaku
mereka dinilai oleh masyarakat sebagai suatu kelainan dan disebut
“kenakalan”. Dalam Bakolak inpres no: 6 / 1977 buku pedoman 8, dikatakan
bahwa kenakalan remaja adalah kelainan tingkah laku / tindakan remaja
yang bersifat anti sosial, melanggar norma sosial, agama serta ketentuan
hukum yang berlaku dalam masyarakat.
Singgih
D. Gumarso (1988 : 19), mengatakan dari segi hukum kenakalan remaja
digolongkan dalam dua kelompok yang berkaitan dengan norma-norma hukum
yaitu : (1) kenakalan yang bersifat amoral dan sosial serta tidak
diantar dalam undang-undang sehingga tidak dapat atau sulit digolongkan
sebagai pelanggaran hukum ; (2) kenakalan yang bersifat melanggar hukum
dengan penyelesaian sesuai dengan undang-undang dan hukum yang berlaku
sama dengan perbuatan melanggar hukum bila dilakukan orang dewasa.
Menurut bentuknya, Sunarwiyati S (1985) membagi kenakalan remaja kedalam
tiga tingkatan ; (1) kenakalan biasa, seperti suka berkelahi, suka
keluyuran, membolos sekolah, pergi dari rumah tanpa pamit (2) kenakalan
yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan seperti mengendarai mobil
tanpa SIM, mengambil barang orang tua tanpa izin (3) kenakalan khusus
seperti penyalahgunaan narkotika, hubungan seks diluar nikah,
pemerkosaan dll. Kategori di atas yang dijadikan ukuran kenakalan remaja
dalam penelitian.
Tentang
normal tidaknya perilaku kenakalan atau perilaku menyimpang, pernah
dijelaskan dalam pemikiran Emile Durkheim (dalam Soerjono Soekanto, 1985
: 73). Bahwa perilaku menyimpang atau jahat kalau dalam batas-batas
tertentu dianggap sebagai fakta sosial yang normal dalam bukunya “ Rules of Sociological Method”
dalam batas-batas tertentu kenakalan adalah normal karena tidak mungkin
menghapusnya secara tuntas, dengan demikian perilaku dikatakan normal
sejauh perilaku tersebut tidak menimbulkan keresahan dalam masyarakat,
perilaku tersebut terjadi dalam batas-batas tertentu dan melihat pada
sesuatu perbuatan yang tidak disengaja. Jadi kebalikan dari perilaku
yang dianggap normal yaitu perilaku nakal/jahat yaitu perilaku yang
disengaja meninggalkan keresahan pada masyarakat.
1. Keberfungsian sosial
Istilah
keberfungsian sosial mengacu pada cara-cara yang dipakai oleh individu
akan kolektivitas seperti keluarga dalam bertingkah laku agar dapat
melaksanakan tugas-tugas kehidupannya serta dapat memenuhi kebutuhannya.
Juga dapat diartikan sebagai kegiatan-kegiatan yang dianggap penting
dan pokok bagi penampilan beberapa peranan sosial tertentu yang harus
dilaksanakan oleh setiap individu sebagai konsekuensi dari
keanggotaannya dalam masyarakat. Penampilan dianggap efektif
diantarannya jika suatu keluarga mampu melaksanakan tugas-tugasnya,
menurut (Achlis, 1992) keberfungsian sosial adalah kemampuan seseorang
dalam melaksanakan tugas dan peranannya selama berinteraksi dalam
situasi social tertentu berupa adanya rintangan dan hambatan dalam
mewujudkan nilai dirinnya mencapai kebutuhan hidupnya.
Keberfungsian
sosial kelurga mengandung pengertian pertukaran dan kesinambungan,
serta adaptasi resprokal antara keluarga dengan anggotannya, dengan
lingkungannya, dan dengan tetangganya dll. Kemampuan berfungsi social
secara positif dan adaptif bagi sebuah keluarga salah satunnya jika
berhasil dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupan, peranan dan fungsinya
terutama dalam sosialisasi terhadap anggota keluarganya.
2.2. Landasan Teori
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat.Cultural determinism: Segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri (Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski )
Budaya
atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang
merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai
hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa
Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin
Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan.
Menurut
Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian, nilai,
norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial,
religius, dan lain-lain, juga segala pernyataan intelektual dan artistik
yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Menurut Edward B. Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang
kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan,
kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang
didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
Sifat hakikat kebudayaan sebagai berikut :
Ø Kebudayaan terwujud dan tersalurkan lewat perilaku manusia
Ø Kebudayaan
telah ada terlebih dahulu mendahului lahirnya suatu generasi tertentu
dan tidak akan mati dengan habisnya usia generasi yang bersangkutan
Ø Kebudayaan diperlukan oleh manusia dan diwujudkan tingkah lakunya
Ø Kebudayaan
mencangkup aturan-aturan yang berisikan kewajiban-kewajiban,
tindakan-tindakan yang diterima dan ditolak, tindakan-tindakan yang
dilarang dan tindakan-tindakan yang diizinkan
Kepribadian dan Kebudayaan
Pengertian
masyarakat menunjuk pada sejumlah manusia, sedangkan pengertian
kebudayaan menunjuk pada pola-pola perilaku yang khas dari masyarakat
tersebut. Masyarakat dan kebudayaan sebenarnya merupakan perwujudan atau
abstraksi perilaku manusia. Kepribadian menunjukan perilaku manusia.
Perilaku manusia dapat dibedakan dengan kepribadiannya karena
kepribadian merupakan latar belakang perilaku yang ada dalam diri
seorang individu. Kekuatan kepribadian bukanlah terletak pada jawaban
atau tanggapan manusia terhadap suatu keadaan, akan tetapi justru pada
kesiapannya di dalam memberikan jawab dan tanggapan.
Menurut
Theodore M. Newcomb, yaitu bahwa kepribadian merupakan organisasi
sikap-sikap (predispositions) yang dimiliki seseorang sebagai latar
belakang terhadap perilaku.
2.3. Masa Remaja
Masa
remaja merupakan masa dimana seorang individu mengalami peralihan dari
satu tahap ke tahap berikutnya dan mengalami perubahan baik emosi,
tubuh, minat, pola perilaku, dan juga penuh dengan masalah-masalah (Hurlock, 1998).
Oleh karenanya, remaja sangat rentan sekali mengalami masalah
psikososial, yakni masalah psikis atau kejiwaan yang timbul sebagai
akibat terjadinya perubahan social. Memang banyak perubahan pada diri
seseorang sebagai tanda keremajaan, namun seringkali perubahan itu hanya
merupakan suatu tanda-tanda fisik dan bukan sebagai pengesahan akan
keremajaan seseorang. Namun satu hal yang pasti, konflik yang dihadapi
oleh remaja semakin kompleks seiring dengan perubahan pada berbagai
dimensi kehidupan dalam diri mereka. Untuk dapat memahami remaja, maka
perlu dilihat berdasarkan perubahan pada dimensi-dimensi tersebut
· Dimensi Biologis
Pada
saat seorang anak memasuki masa pubertas yang ditandai dengan
menstruasi pertama pada remaja putri atau pun perubahan suara pada
remaja putra, secara biologis dia mengalami perubahan yang sangat besar.
Pubertas menjadikan seorang anak tiba-tiba memiliki kemampuan untuk
ber-reproduksi. Pada masa pubertas, hormon seseorang menjadi aktif dalam
memproduksi dua jenis hormon (gonadotrophins atau gonadotrophic
hormones) yang berhubungan dengan pertumbuhan, yaitu:
1. Follicle-Stimulating Hormone (FSH);
2. Luteinizing
Hormone (LH). Pada anak perempuan, kedua hormone tersebut merangsang
pertumbuhan estrogen dan progesterone dua jenis hormone kewanitaan. Pada
anak lelaki, Luteinizing Hormone yang juga dinamakan Interstitial-Cell
Stimulating Hormone (ICSH) merangsang pertumbuhan testosterone.
Pertumbuhan secara cepat dari hormon-hormon tersebut di atas merubah
sistem biologis seorang anak. Anak perempuan akan mendapat menstruasi,
sebagai pertanda bahwa sistem reproduksinya sudah aktif. Selain itu
terjadi juga perubahan fisik seperti payudara mulai berkembang, dll.
Anak lelaki mulai memperlihatkan perubahan dalam suara, otot, dan fisik
lainnya yang berhubungan dengan tumbuhnya hormon testosterone. Bentuk
fisik mereka akan berubah secara cepat sejak awal pubertas dan akan
membawa mereka pada dunia remaja.
· Dimensi Kognitif
Perkembangan
kognitif remaja, dalam pandangan Jean Piaget (seorang ahli perkembangan
kognitif) merupakan periode terakhir dan tertinggi dalam tahap
pertumbuhan operasi formal (period of formal operations). Pada periode
ini, idealnya para remaja sudah memiliki pola pikir sendiri dalam usaha
memecahkan masalah-masalah yang kompleks dan abstrak. Kemampuan berpikir
para remaja berkembang sedemikian rupa sehingga mereka dengan mudah
dapat membayangkan banyak alternatif pemecahan masalah beserta
kemungkinan akibat atau hasilnya. Kapasitas berpikir secara logis dan
abstrak mereka berkembang sehingga mereka mampu berpikir multi-dimensi
seperti ilmuwan. Para remaja tidak lagi menerima informasi apa adanya,
tetapi mereka akan memproses informasi itu serta mengadaptasikannya
dengan pemikiran mereka sendiri.
· Dimensi Moral
Masa
remaja adalah periode dimana seseorang mulai bertanya-tanyamengenai
berbagai fenomena yang terjadi di lingkungan sekitarnya sebagai dasar
bagi pembentukan nilai diri mereka. Elliot Turiel (1978) menyatakan
bahwa para remaja mulai membuat penilaian tersendiri dalam menghadapi
masalahmasalah populer yang berkenaan dengan lingkungan mereka,
misalnya: politik, kemanusiaan, perang, keadaan sosial, dsb. Remaja
tidak lagi menerima hasil pemikiran yang kaku, sederhana, dan absolut
yang diberikan pada mereka selama ini tanpa bantahan. Remaja mulai
mempertanyakan keabsahan pemikiran yang ada dan mempertimbangan lebih
banyak alternatif lainnya. Secara kritis, remaja akan lebih banyak
melakukan pengamatan keluar dan membandingkannya dengan hal-hal yang
selama ini diajarkan dan ditanamkan kepadanya. Sebagian besar para
remaja mulai melihat adanya “kenyataan” lain di luar dari yang selama
ini diketahui dan dipercayainya
· Dimensi Psikologis
Masa
remaja merupakan masa yang penuh gejolak. Pada masa ini mood (suasana
hati) bisa berubah dengan sangat cepat. Hasil penelitian di Chicago oleh
Mihalyi Csikszentmihalyi dan Reed Larson (1984) menemukan bahwa remaja
rata-rata memerlukan hanya 45 menit untuk berubah dari mood “senang luar
biasa” ke “sedih luar biasa”, sementara orang dewasa memerlukan
beberapa jam untuk hal yang sama. Perubahan mood (swing) yang drastis
pada para remaja ini seringkali dikarenakan beban pekerjaan rumah,
pekerjaan sekolah, atau kegiatan ehari-hari di rumah. Meski mood remaja
yang mudah berubah-ubah dengancepat, hal tersebut belum tentu merupakan
gejala atau masalah psikologis. Pada usia 16 tahun ke atas,
keeksentrikan remaja akan berkurang dengan sendirinya jika ia sering
dihadapkan dengan dunia nyata. Pada saat itu, Remaja akan mulai sadar
bahwa orang lain tenyata memiliki dunia tersendiri dan tidak selalu sama
dengan yang dihadapi atau pun dipikirkannya. Anggapan remaja bahwa
mereka selalu diperhatikan oleh orang lain kemudian menjadi tidak
berdasar. Pada saat inilah, remaja mulai dihadapkan dengan realita dan
tantangan untuk menyesuaikan impian dan angan-angan mereka dengan
kenyataan. Para remaja juga sering menganggap diri mereka serba mampu,
sehingga seringkali mereka terlihat “tidak memikirkan akibat” dari
perbuatan mereka. Tindakan impulsif sering dilakukan; sebagian karena
mereka tidak sadar dan belum biasa memperhitungkan akibat jangka pendek
atau jangka panjang. Remaja yang diberi kesempatan untuk
mempertangung-jawabkan perbuatan mereka, akan tumbuh menjadi orang
dewasa yang lebih berhati-hati, lebih percaya-diri, dan mampu
bertanggung-jawab. Dari beberapa dimensi perubahan yang terjadi pada
remaja seperti yang telah dijelaskan diatas maka terdapat kemungkinan –
kemungkinan perilaku yang bisa terjadi pada masa ini. Diantaranya adalah
perilaku yang mengundang resiko dan berdampak negative pada remaja.
Perilaku yang mengundang resiko pada masa remaja misalnya seperti
penggunaan alcohol, tembakau dan zat lainnya; aktivitas social yang
berganti – ganti pasangan dan perilaku menentang bahaya seperti balapan,
selancar udara, dan layang gantung (Kaplan dan Sadock, 1997). Alasan
perilaku yang mengundang resiko adalah bermacam – macam dan berhubungan
dengan dinamika fobia balik ( conterphobic dynamic ), rasa takut
dianggap tidak cakap, perlu untuk menegaskan identitas maskulin dan
dinamika kelompok seperti tekanan teman sebaya.
BAB III
KENAKALAN REMAJA
A. Pengertian Kenakalan Remaja
Kenakalan remaja
(juvenile delinquency) adalah suatu perbuatan yang melanggar norma,
aturan atau hukum dalam masyarakat yang dilakukan pada usia remaja atau
transisi masa anak-anak dan dewasa.
Sedangkan Pengertian kenakalan remaja Menurut Paul Moedikdo,SH adalah :
1.
Semua perbuatan yang dari orang dewasa merupakan suatu kejahatan bagi
anak-anak merupakan kenakalan jadi semua yang dilarang oleh hukum
pidana, seperti mencuri, menganiaya dan sebagainya.
2. Semua perbuatan penyelewengan dari norma kelompok tertentu untuk menimbulkan keonaran dalam masyarakat.
3. Semua perbuatan yang menunjukkan kebutuhan perlindungan bagi sosial.
B. Faktor-Faktor Penyebab Kenakalan Remaja
Perilaku nakal remaja biasa disebabkan oleh faktor dari remaja itu sendiri (internal) maupun dari luar (eksternal)
1. Faktor Intern
Faktor
intern adalah faktor yang datangnya dari dalam tubuh remaja sendiri.
Faktor intern ini jika mendapatkan contoh-contoh yang kurang mendidik
dari tayangan televisi akan menimbulkan niat remaja untuk meniru
adegan-adegan yang disaksikan pada isi program televisi tersebut.
Khususnya menyangkut masalah pergaulan remaja di zaman sekarang yang
makin berani mengedepankan nilai-nilai budaya luar yang tidak sesuai
dengan adat budaya bangsa. Akhirnya keinginan meniru tersebut dilakukan
hanya sekedar rasa iseng untuk mencari sensasi dalam lingkungan
pergaulan dimana mereka bergaul tanpa batas dan norma agar dipandang
oleh teman-temannya dan masyarakat sebagai remaja yang gaul dan tidak
ketinggalan zaman. Timbulnya minat atau kesenangan remaja yang memang
gemar menonton acara televisi tersebut dikarenakan kondisi remaja yang
masih dalam tahap pubertas. Sehingga rasa ingin tahu untuk mencontoh
berbagai tayangan tersebutyang dinilai kurang memberikan nilai moral
bagi perkembangan remaja membuat mereka tertarik. Dan keinginan untuk
mencari sensasipun timbul dengan meniru tayangan-tayangan tesebut,
akibat dari kurangnya pengontrolan diri yang dikarenakan emosi jiwa
remaja yang masih labil.
2. Faktor Ekstern
adalah
faktor yang datangnya dari luar tubuh remaja. Faktor ini dapat disebut
sebagai faktor lingkungan yang memberikan contoh atau teladan negatif
serta didukung pula oleh lingkungan yang memberikan kesempatan. Hal ini
disebabkan karena pengaruh trend media televisi saat ini yang banyak
menampilkan edegan-adegan yang bersifat pornografi, kekerasan, hedonisme
dan hal-hal yang menyimpang dari nilai moral dan etika bangsa saat ini.
sepertinya media televisi telah memaksa remaja untuk larut dalam
cerita-cerita yang mereka tampilkan seolah-olah memang begitulah
pergaulan remaja seharusnya saat ini. Yang telah banyak teradopsi oleh
nilai-nilai budaya luar yang kurang dapat mereka seleksi mana yang layak
dan yang tidak layak untuk ditiru.
3. Kurangnya
perhatian dari orang tua dan lingkungan yang memang menyediakan
pergaulan buruk. Maka memberikan dampak buruk pula bagi remaja untuk
mudah larut dalam hal-hal negatif. Baik dari tayangan televisi maupun
dari pergaulan teman-temannya. Kurangnya perhatian orang tua banyak para
remaja mencari perhatian didunia luar. Mereka cenderung melakukan atau
mencari kesenangan di lingkungan pergaulannya. Ikut-ikutan dan tak lagi
dapat membedakan yang mana baik dan buruk. Rasa takut hilang karena
menganggap banyak temannya yang melakukan hal keliru tersebut. Hingga
akhirnya ketergantungan dan mereka terus melakukannya berulang kali
seperti halnya biasa dan membentuk sebuah budaya yang tak bisa lepas
dari hidup mereka. Seperti mengkonsumsi minuman keras, narkoba dan
kegiatan lain yang dinilai dapat memberikan kesenangan sesaat. Dan
dampak dari kegiatan tersebut akan menciptakan orang-orang yang hedonis.
BAB IV
MASALAH-MASALAH REMAJA
Remaja
adalah masa ketika identitas dikembangkan lebih besar (Erikson, 1963).
Suatu kelompok anak berumur 11 tahun adalah betul-betul homogen.
Bagaimanapun juga, 6 tahun kemudian ada beberapa yang menjadi anak
nakal, yang lain menjadi siswa teladan, beberapa menjadi ahli
matematika, ada yang pemain drama, dan yang lain lagi ahli mesin.
Pengalaman di rumah dan di sekolah sebelum remaja, berperan penting
dalam menentukan remaja sebagai individu. Demikian juga pengalaman di
SMP dan SMA berperan penting dalam membantu siswa-siswa melalui
masa-masa sulit untuk sebagian besar mereka.
Hampir sebagian besar anak remaja
mengalami suatu konflik emosi (Blos, 1989). Untuk sebagian besar
remaja, kekacauan emosi dapat ditangani dengan sukses, tetapi untuk
beberapa remaja lari pada obat bius atau bunuh diri.
Kenakalan Remaja
Satu dari masalah yang paling serius dari remaja adalah remaja nakal atau delinquent,
dan kebanyakan laki-laki. Remaja nakal biasanya berprestasi rendah.
Biasanya mereka didukung oleh kelompoknya. Sebab-sebab terjadinya anak
nakal atau juvenile delinquency pada umumnya adalah sebab yang
kompleks, yang berarti suatu sebab dapat menimbulkan sebab yang lain.
Para peneliti melihat banyak kemungkinan penyebab kenakalan remaja.
Sedangkan para ahli sosiologi berpendapat bahwa kenakalan remaja adalah
suatu penyesuaian diri, yaitu respons yang dipelajari terhadap situasi
lingkungan yang tidak cocok atau lingkungan yang memusuhinya. Hasil
penelitian Robbin (1986) berpendapat, kenakalan remaja akibat adanya
masalah neurobiological, sehingga menimbulkan genetik yang tidak
normal. Ahli lain berpendapat kenakalan remaja merupakan produk dari
konstitusi defektif mental dan emosi-emosi mental. Mental dan emosi anak
remaja belum matang, masih labil, dan rusak akibat proses condition
sering lingkungan yang buruk.
Gangguan Emosi
Gangguan emosi yang serius sering timbul pada anak-anak remaja. Mereka mengalami depresi,
kecemasan yang berlebihan tentang kesehatan sampai pikiran bunuh din i
atau mencoba bunuh diri (Mosterson, 1987). Banyak anak remaja yang
terlibat dalam kenakalan remaja, bertingkah laku aneh, minum minuman
keras, kecanduan obat bius, alkohol, sehingga memerlukan bantuan yang
serius. Pendidik-pendidik di sekolah menengah dan sekolah menengah atas
harus sensitif terhadap fakta bahwa anak-anak remaja yang sedang
mengalami masa-masa sulit dan gangguan emosional merupakan hal yang
umum. Oleh karena itu, guru hendaknya mencoba mengetahui bahwa anak-anak
remaja bisa mengalami depresi, putus harapan, tingkah laku yang tidak
dapat dipertanggungjawabkan, dan semua ini membutuhkan bantuan. Di sini
peranan konselor dan psikolog amat penting.
A. Penyalahgunaan Obat Bius dan Alkohol
Penyalahgunaan
obat bius dan alkohol bertambah secara dramatis akhir-akhir tahun ini.
Beberapa dari siswa-siswa SMA, terutama di kota-kota besar, menggunakan
mariyuana dan minum-minuman keras (bahkan sudah merambat ke desa-desa).
Obat bius yang juga disebut sebagai drugs. Drugs terdiri dari hard drugs dan soft drugs. Obat keras (hard drugs) bisa mempengaruhi saraf dan jiwa si penderita secara cepat.
Waktu
ketagihannya berlangsung relatif pendek. Jika si penderita tidak segera
mendapat jatah obat tersebut, dia bisa meninggal. Sedangkan soft drugs
bisa mempengaruhi saraf dan jiwa penderita, tetapi tidak terlalu keras.
Waktu ketagihannya agak panjang dan tidak mematikan. Gejala siswa yang
menggunakan narkoba antara lain: badan tidak terurus dan semakin lemah,
tidak suka makan, matanya sayu dan merah, pembohong, malas, daya tangkap
otaknya melemah, mudah tersinggung dan mudah marah.
Banyak
remaja yang memakai narkoba karena mula-mula iseng, rasa ingin tahu,
atau sekadar ikut-ikutan teman. Ada juga remaja yang menggunakan narkoba
karena didorong oleh nafsu mendapatkan status sosial yang tinggi, ingin
pengakuan atas egonya, serta untuk menjaga gengsi. Beberapa kelompok
anak remaja lain menggunakan narkoba karena ingin lari dan kesulitan
hidup dan konflik-konflik batin. Anak remaja merasa menjadi “orang
super” jika bisa merokok dan diberi ganja dan diselingi minuman keras
atau minum Wie Seng, semacam arak keras yang berkadar alkohol yang
sangat tinggi. Segala kesulitan hidup, kesulitan di sekolah, di rumah
bisa hilang lenyap diganti dengan rasa nikmat (teler) walaupun sesaat.
Usaha
sekolah atau guru untuk menolong remaja yang terlibat dalam narkoba ini
adalah mula-mula mencari sumber penyebab remaja menggunakan narkoba,
sehingga guru dapat menanggulangi dan sumber tersebut. Usaha lain adalah
melakukan tindakan preventif yang lebih praktis dan segera dapat
dilakukan. Langkah-langkah yang dapat diambil misalnya melalui
lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
B. Kehamilan
Kehamilan
dan melahirkan anak bertambah di antara beberapa kelompok gadis remaja,
terutama pada masyarakat yang kurang mampu. Jika laki-laki remaja
sering bertingkah laku sebagai anak nakal untuk mencoba membuktikan
kemandirian mereka dan kontrol orang dewasa, demikian juga bagi gadis
remaja. Mereka membuktikannya dalam bentuk seks dan di banyak kasus
dengan mempunyai anak, sehingga memaksa dunia melihat mereka sebagai orang dewasa.
Sejak melahirkan anak, gadis remaja menjadi sulit untuk melanjutkan
sekolah atau mencari pekerjaan. Oleh karena itu, peranan sekolah dalam
membantu gadis yang mengalami “kecelakaan” sangat dibutuhkan. Sebaiknya,
sekolah tidak mengeluarkan remaja yang hamil di luar nikah. Biarlah mereka tetap diperbolehkan meneruskan sekolah mereka sampai lulus sehingga memudahkan dia mencari pekerjaan.
C. Masalah Pergaulan Bebas Pria-Wanita
I. Arti pergaulan bebas
Bila
kita meninjau kembali sejarah di negeri kita sendiri dan sejarah dunia
pada umumnya, maka akan terlihat adanya banyak persoalan yang sama,
peristiwa yang sama intinya walaupun berbeda waktunya. Dalam cerita
roman Romeo dan Juliet yang termasyhur itu, yang mengisahkan suatu kisah
cinta pada zaman yang lampau, jelas bahwa pada masa itu di Eropa tidak
terdapat pergaulan yang bebas. Juga dari otobiografi mengenai ratu-ratu
dan anggota-anggota keluarga kerajaan, seorang puteri belum saling
mengenal dengan pangerannya ketika ia dilamar.
Mereka
baru berkenalan sesudah lamaran diterima. Belum dipersoalkan pihak
manakah yang melamar, pihak pangerankah atau pihak puterikah. Pernikahan
merupakan suatu hasil perundingan antara negara dan keluarga raja yang
bersangkutan.
Hal
yang sama juga terlihat di benua belahan Timur. Contoh-contoh yang tak
terhingga banyaknya dapat kita ambil dari sejarah negeri kita sendiri.
Bahkan bila ingatan orangtua masih dapat meraih jauh ke riwayat nenek
moyang mereka, pastilah hal yang sama akan ditemukan pula, yakni pria
dan wanita belum saling mengenal sebelum pernikahan atau persetujuan
keluarga tercapai dan mereka memasuki hidup pernikahan.
Memang,
dari macam-macam contoh dan perbandingan zaman tadi dapatlah dikatakan
bahwa “lain dulu lain sekarang”. Karena perbedaan yang terdapat antara
zaman ke zaman, maka persoalan yang dihadapi juga lain.
Dahulu
tidak ada psikolog di sekolah, yang harus menyelesaikan persoalan
pribadi murid-murid sekolah rendah, menengah dan atas atau di Perguruan
Tinggi. Bahkan sekolah-sekolah hanya menerima murid pria. Kesempatan
bersekolah bagi anak wanita belum banyak dinikmati di beberapa negara di
Asia.
Syukurlah
Indonesia merupakan salah satu negara di Asia yang telah menjadi
pelopor agar kesempatan memperoleh pendidikan dan kepandaian di sekolah
terbuka bagi anak wanita dan anak pria.
Berkat
tokoh emansipasi wanita R.A. Kartini dan para ibu lainnya yang telah
memperjuangkan nasib wanita, pria dan wanita memperoleh kesempatan
pendidikan yang sama. Dengan diperolehnya hak atas kesempatan pendidikan
dan bersekolah yang sama antara pria dan wanita, tentunya mudah
terjalin pergaulan bebas antara pria dan wanita. Kaum wanita tidak lagi
dipingit, tidak lagi memperoleh pelajaran dan pengajaran yang terbatas
di rumah sendiri. Kaum wanita tua dan muda dapat meninggalkan rumali
untuk menuntut ilmu di sekolali dilain kota bahkan di luar negeri tanpa
pengawasan langsung orangtua yang bersangkutan.
Dengan
adanya kesempatan bersekolah yang sama, maka pria dan wanita dapat
bertemu muka dengan bebas. Mereka dapat berdiskusi, membicarakan
persoalan-persoalan yang berhubungan dengan pelajaran di sekolah.
Persoalan-persoalan yang dibicarakan tentunya tidak selalu hanya
berkisar mengenai pelajaran dan pendidikan di sekolah. Hidup seseorang
juga meliputi segi-segi lain di samping pendidikan. Segi-segi kellidupan
lainnya sering Pula menyebabkan timbulnya persoalan-persoalan yang lalu
dibicarakan bersama.
Sejak
pendidikan di Taman Kanak-Kanak, sudah terlihat bahwa ada beberapa anak
tertentu sering mengelompok. Mereka merasa diri cocok dan sesuai,
sehingga setiap saat bila diberi kesempatan bermain mereka akan
berkumpul dan bergaul dengan teman-teman yang selalu sama. Sewaktu
mereka masih kecil tidak terlihat perbedaan yang jelas antara anak pria
dan wanita. Mereka berkumpul dengan teman yang cocok tanpa mempedulikan
jenis, pria atau wanita.
Pada
suatu saat terlihat selanjutnya bahwa pengelompokkan lebih banyak
terjadi antar anak-anak sejenis. Anak wanita lebih senang bergaul dan
menceritakan isi hatinya pada teman wanita, dan sebayanya anak pria
mulai kesal bermain dengan anak wanita, karena mereka lebih senang
bermain yang kasar. Mereka tidak senang kelembutan dan kehalusan anak
wanita. Apalagi anak wanita sulit membendung mengalirnya air mata
sehingga sering dicemooh oleh teman pria.
Meskipun
saat itu pergaulan antar pria dan wanita diperbolehkan akan tetapi
mereka sendiri membatasi teman-teman sepergaulannya dengan yang sejenis
saja. Pergaulan dengan jenis yang berlawanan menimbulkan perasaan tidak
senang, tidak tenteram dan canggung. Sebaliknya teman-teman sejenis
mem-berikan rasa senang yang justru dicarinya dan hanya dapat di-peroleh
dari teman-teman yang sama, pria atau wanita.
Baru
pada masa berikutnya timbul keinginan bergaul secara lebih bebas,
bergaul dengan teman-teman pria maupun teman wanita. Rasa ingin tahu
muda-mudi juga terarah pada rasa ingin tahu akan teman-teman dari jenis
yang lain. Ingin tahu ini tertampung dalam pergaulan bebas. Dalam
pergaulan bebas, kaum muda-mudi dapat saling cari tahu mengenai sifat
dan kepribadian teman-temannya. Dari keanekaan teman yang diperolehnya
melalui pergaulan bebas ia mendapatkan pengetahuan yang luas mengenai
sifat-sifat khusus wanita dan pria maupun ciri-ciri khas maing-masing.
Apakah pergaulan yang bebas dapat diartikan pergaulan yang bebas dari
segala-galanya. Pergaulan yang bebas tanpa memperhatikan nilai-nilai
moral dan sosial ? Manusia adalah makhluk sosial yang bertanggung jawab.
Manusia sebagai makhluk sosial yang bertanggung jawab tidak mungkin
hidup bebas dari segala-galanya. Manusia memang bisa hidup bebas dari
belenggu penindasan, bebas dari ketakutan, bebas dari pengejaran, bebas
dari penderitaan fisik maupun psikis. Akan tetapi manusia tidak bisa
hidup terlepas dari hubungannya, baik langsung maupun tidak langsung,
dari individu-individu lainnya. Manusia tidak bisa hidup wajar tanpa
tanggung jawab.
Manusia
dapat bergaul bebas akan tetapi dalam suatu ke-terikatan sosial.
Manusia hidup dalam keterikatan tanggung-jawab atas kesejahteraan
sosial. Juga pemuda-pemudi dapat bergaul dengan bebas, tetapi tidak
boleh mengabaikan tanggungjawab sosial.
Dalam pergaulan bebas, bergaul dengan siapa saja, di mana saja dan kapan saja, selalu perlu diingat :
1) Tanggung jawab atas kesejahteraan sesama manusia.
2) Menghormati hak-hak dan harga diri wanita dan pria.
3) Berpegang teguh pada norma sosial, nilai-nilai moral dan tata susila, dan norma hukum.
Pergaulan
bebas antara pria dan wanita dapat menjadi pergaulan yang tidak bebas
lagi. Pada suatu saat pergaulannya menyempit dan hanya meliputi dua
orang saja, seorang pemuda dan seorang pemudi. Pergaulan bebas berarti
pergaulan yang luas antara banyak pemuda dan pemudi. Tidak terlalu
menekankan pengelompokkan yang kompak antara dua orang saja, akan tetapi
antara banyak muda-mudi. Pergaulan yang sudah terbatas antara dua
muda-mudi akan berarti adanya suatu kekhususan, sehingga orang
mengatakan bahwa kedua muda mudi ini berpacaran.
Mengenali Gejolak Remaja.
Menasihati
remaja tidak semudah menasihati anak-anak. Mereka bukan lagi anak TK
atau SD yang bisa duduk manis ketika orang tua berbicara. Usia remaja,
yang dimulai sekitar 14 tahun, adalah usia di mana manusia mengalami
begitu banvak perubahan baik pada organ tubuhnva maupun pada aspek
psikologisnya. Mereka yang awalnva anak-anak, kemudian masuk periode
puber, disusul ke periode sclanjutnya, di mana hormon sangat memengaruhi
fisik dan psikisnya, cenderung mengalami beragam gejolak temperamen.
Ada
yang saat anak-anak pendiam, mendadak menjadi cerewet dan pandai
bergaul ketika remaja. Atau kebalikannya, berubah jadi pendiam dan
pemalu, padahal waktu anak-anak dulu is sangat pandai bergaul. Kenapa
bisa begitu? Sebab memang scjak usia puber, seorang anak akan terus
mengalami perubahan karakter. Kondisi ini memhuat orang tua agak
kehingungan menghadapinva sebab sifat mereka berubah-ubah sesuai mood.
Mencoba
menasihati mereka artinya mesti pandai-pandai membaca “medan perang”,
mengatur strategi agar tidak terjadi kesalahpahaman. Sebab, kalau sudah
salah paham, bukannva komunikasi yang baik yang terjalin melainkan
pertengkaran. Lebih baik kita tnengenali dulu seperti apa perilaku anak
remaja yang berusia serba nanggung ini: dibilang anak-anak, sudah tidak
pantas, dibilang dewasa pun belum.
Remaja awal ini biasanya akan memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Cemas pada perkembangan fisik
Anak
akan mengalami kecemasan, karena mengalami perubahan fisik yang
mencolok, yakni tumbuh jakun, bulu-bulu di seluruh tubuh, juga kumis,
dan mengalami mimpi basah. Saat masih SMP, mereka masih bercelana
pendek, sehingga bulu pada kaki akan nampak jelas, dan wajar kalau
mereka jadi malu akibat diejek teman. Suara pun ikut berubah, menjadi
“sember”. Ini semua akibat mulai dominannya hormon testoteron.
Sedangkan
pada anak perempuan, menstruasi mulai makin teratur, kadang disertai
nyeri dan posing. Buah dada makin membesar. Semua perubahan itu
membuatnya cemas, takut diketahui oleh teman lain, dijauhi, dan jadi
risih sendiri.
Rangsangan nafsu menguat
Akibat
gejolak hormon, mereka semakin merasakan rangsangan nafsu seks. Ada dua
jenis respon, yaitu menjadi sangat reaktif, atau justru malu, dan
menyembunyikannya. Baru mendengar cerita sedikit menyerempet ke arah
seks saja, sudah heboh dan penasaran sekali. Sebagian remaja justru
sudah sangat male sekali ketika bertatapan dengan lawan jenis.Tiap anak
memiliki respon berbeda-beda, juga berubah-ubah. Di usia ini, libido
mereka juga bergejolak, mudah terangsang oleh sedikit saja hal-hal
berbau seks. Inilah mengapa orang tua perk memberi dasar moral, etika,
dan agama, sebab tanpa dasar itu anak cenderung mudah tergoda. Orientasi
seks mulai terbentuk. Jika tak diarahkan dengan benar oleh orang tua,
dapat terjadi kasus di mana anak menjadi gay atau lesbian, bahkan
biseks.
Mempermasalahkan penampilan
Akibat
perubahan fisik itu, remaja belia ini jadi posing dengan penampilannya.
Ada yang berusaha menutupi perubahan-perubahan tadi, ada juga yang
justru ingin me-nonjolkannya karena bangga dan merasa berbeda dengan
teman lain yang belum mengalami. Maka jangan heran kalau mereka jadi
sangat peduli pada penampilan, berlama-lama di depan cermin, mengunci
diri di kamar, rajin ke salon, dan berbelanja baju-baju modis.
II. Pacaran
Bila
kita melihat pertumbuhan fisik muda-mudi, maka kita mendapat kesan
bahwa mereka mengalami pertumbuhan tinggi badan yang hebat. Muda-mudi,
tidak hanya menyamai tinggi badan orangtua mereka, bahkan melebihinya.
Kaum remaja secara badani sudah kelihatan dewasa dan ingin menyamai
per-buatan-perbuatan orang dewasa. Juga pengaruh bacaan, maja-lah, buku
roman dan film menyebabkan muda-mudi meniru cara-cara tingkah laku dan
komunikasi yang dapat mereka tiru dengan mudah. Yang paling mudah ditiru
justru “permainan cinta” yang banyak di ambil sebagai inti daripada
film. Puncak peniruan ini terlihat dalam pergaulan antar muda-mudi yakni
pacaran.
Sering
timbul pertanyaan, bail: pada orangtua maupun pada putera-puterinya,
apakah pacaran itu dapat dibenarkan atau tidak. Pertanyaan ini memang
sulit dijawab. Dalam menjawab pertanyaan ini selalu harus
dipertimbangkan beberapa faktor :
a) Umur Para muda-mudi yang terlibat dalam pacaran.
b) Sifat pacaran.
c) Tingkat derajat pacaran.
a. Umur
Faktor
umur penting sekali. Makin lanjut usia pemuda-pemudi, diharapkan mereka
juga lebih memperlihatkan kematangan. Taraf kematangan ini perlu supaya
mereka dapat mempertimbangkan dengan baik sifat dan tingkat pacaran
dalam hubungannya dengan batas-batas kesopanan. Makin muda usianya,
makin sulit mempertimbangkan batas-batas kesopanan dan pembagian waktu.
Sering terlihat murid-murid S.M.P. sudah mulai bergaul terlalu rapat
dengan seorang kawan lain jenis. Ia juga bergaul terlalu dekat dengan
teman sejenis. Pergaulan yang terlalu dekat dengan lawan jenisnya dan
pertemuan yang terlalu sering dengan teman sejenisnya, mengobrol dan
bermain musik tanpa batas waktu, akhirnya menye-babkan prestasi di
sekolah menurun. Rapor dengan angka-angka merah menyebabkan “pergaulan
anak” atau “pacaran” yang disalahkan.
Dari
contoh ini jelaslah bahwa umur. yang terlalu muda menyebabkan para
muda-mudi kurang mampu dalam membatasi kesenangan diri, kurang dapat
membatasi diri dalam pembagian waktu belajar dan rekreasi. Mereka lebih
mengutamakan rekreasi dan berkumpul dengan kawan-kawannya, akhirnya
tugas belajar terdesak dan kurang mendapat perhatian. Pemuda-pemudi yang
sudah lebih dewasa dan masih belum belajar membatasi diri dengan
pembagian waktu yang ketat akan mengalami kegagalan di sekolah. Dengan
demikian umur yang memberi kematangan untuk bisa mempertimbangkan
sesuatu, harus disertai pendisiplinan diri dalam hal waktu belajar,
bekerja dan rekreasi serta dalam pembagian yang tepat antara tugas dan
pergaulan.
b. Sifat pacaran
Pergaulan
bebas, sering dimulai dengan pergaulan yang biasa dikenal sebagai
pacaran. Mungkin saja dua muda-mudi yang pulang dari sekolah dan searah
perjalanannya ke rumah masing-masing, kalau pulang bersama maka sudah
dikatakan pacaran. Belajar dan studi bersama, sudah menimbulkan
kekhawatiran pada orangtua karena sudah terbayang suatu “pernikahan”.
Padahal pergaulan ini, sebetulnya hanva merupakan persahabatan atau
perkenalan yang lebih sedikit daripada yang biasa. Sebetulnya pergaulan
demi usaha mengenal lebih mendalam perlu untuk menambah pengetahuan
tentang pribadi-pribadi yang akan dihadapi kelak di masa dewasa.
Ada
kalanya seorang pemuda mengunjungi seorang pemudi untuk memin jam
catatan pelajaran. Seorang pemuda membantu teman sekclasnya dengan
soal-soal matematik. Seorang pemudi membantu teman sekelas pria dengan
pekerjaan rumah bahasa asing. Sepulangnya pemuda tersebut pemudi itu
dimarahi orang tuanya dan teman pria tersebut tidak boleh melewati
ambang pintu rumah itu lagi, “tidak pantas anak-anak yang masih di
bangku sekolah sudah pacaran”.
Memang
benar tidak pantas bahwa murid-murid sekolah sudah mulai pacaran,
padahal masa dewasa dan kemungkinan pernikahan masih terlalu jauh. Akan
tetapi apakah pergaulan dalam rangka belajar bersama ini disebut pacaran
?
Dari
contoh-contoh yang kira-kira senada dengan contoh ini maka hal ini
sebenarnya tergantung pada orang yang menilai “pacaran” itu. Bila dua
pemuda-pemudi yang kelihatannya bersahabat sudah dikatakan pacaran, maka
dapat dikatakan bahwa itu adalah pacaran tingkat paling ringan. Dengan
demikian untuk menghindari larangan orangtua akan pacaran, maka
sebaiknya belajar bersama dilakukan dalam kelompok yang angkanya ganjil
yakni misalnya tiga atau lima orang. Sesunggulinya pacaran meliputi juga
unsur lain, bukan sekedar berkumpul untuk belajar, akan tetapi ada
unsur rasa senang dari suasana ketika berdua itu. Ada perasaan bergelora
yang timbul dari keadaan pertemuan itu. Seolah-olah ada “arus listrik”
pada kedua insan yang berlainan jenis itu. Dan keadaan inilah yang
disebut “pacaran”. Setiap sentuhan, seolah-olah menimbulkan aliran
listrik.
c. Tingkat pacaran
Bila
selanjutnya perasaan yang mulai timbul dengan pacaran diumpamakan
dengan muatan listrik, maka jarak antara kedua individu yang sedang
mengalaminya akan menentukan tingkat pacaran itu. Makin dekat, makin
besar kemungkinan persentuhan yang dapat menimbulkan “kortsluiting”
ataupun aliran listrik yang memberi percikan bunga-api cinta.
Sama
halnya dengan “kortsluiting” pada listrik, maka aliran tersebut bisa
bermanfaat dan memberi daya kekuatan akan tetapi dapat juga membawa
bahaya kebakaran yang merusak, bila tidak dipersiapkan dan disalurkan
dengan baik.
Dengan
demikian muda-mudi, kaum dewasa muda yang masih jauh daripada
kesanggupan membentuk keluarga, sebaiknya sangat berhati-hati dengan
“main api cinta”. Perlu selalu mengingat jarak yang harus dipertahankan
demi “keamanan” kedua pihak. Lebih baik waspada terus demi ketenteraman
hati. Sering-kali mereka yang membanggakan kekuatan hati nurani,
akhirnya “terbakar” dan jatuh karena kelengahan sesaat. Dalam suasana
pacaran kewaspadaan harus diperketat dan iman harus diperkuat demi
menjauhkan diri dari godaan dan gangguan yang mudah timbul dan demi
tercapainya cita-cita yang mulia.
D. Kecanduan Narkotika Pada Remaja
Bukan
sebuah rahasia jika kecanduan narkotika adalah penyakit yang
mengerikan, apalagi ketika remaja telah kecanduan narkotika, maka ini
merupakan hal yang lebih serius. Narkotika mempengaruhi tubuh remaja
dengan cara yang berbeda-beda. Jika remaja telah kecanduan narkotika,
maka akan lebih susah untuk mempertahankan gaya hidup bersih dan sadar
saat mereka bertambah tua.
Anak-anak
telah tersentuh narkotika dalam usia yang semakin dini. Penelitian
menunjukkan bahwa saat anak-anak memasuki kelas 8, hampir 35 persen
telah mencoba narkotika. Jumlah para remaja yang kecanduan narkotika
adalah 20 persen dan itu adalah jumlah yang terlalu besar !
Para
remaja lebih rentan kecanduan narkotika karena kondisi hidup mereka.
Banyak remaja kewalahan menghadapi masalah hidupnya sehari-hari. Banyak
remaja memiliki rasa percaya diri yang rendah, merasa cemas,
ketidakmampuan untuk mengungkapkan perasaan, dan kurang dapat
mengendalikan hidup mereka. Semua hal itu sangat berkonstribusi terhadap
penggunaan narkotika dan akhirnya membuat mereka kecanduan narkotika.
Narkotika
membunuh rasa sakit kehidupan duniawi. Narkotika menghilangkan sakit
fisik dan emosional dengan merubah persepsi pecandu terhadap kenyataan.
Narkotika membuat pecandu kebal terhadap rasa sakit, keputus-asaan atau
kesepian yang mereka rasakan di kehidupan.
Berikut ini adalah tanda-tanda umum remaja anda kecanduan narkotika:
· Perubahan dramatis terhadap sikap dan perilaku
· Muram, mata berkaca-kaca
· Sering merasa kelelahan
· Kegagalan di sekolah
· Berbohong atau mencuri
· Mengisolasi diri atau kehilangan minat untuk beraktivitas
Apa
yang anda lakukan saat anda mencurigai remaja anda terlibat dengan
ketergantungan narkotika ? Pertama, percayai insting anda. Jika anda
merasa ada masalah, maka mungkin memang ada. Cari waktu yang tepat untuk
bicara dengan anak remaja anda dan katakan terus terang tentang
kekhawatiran anda. Coba berpikiran terbuka tentang apa yang mereka
katakan pada anda dan bersimpati terhadap pendapat mereka tentang
masalahnya.
Katakan
pada remaja anda tentang apa yang anda rasakan tentang ketergantungan
obat mereka. Anda mungkin khawatir, takut, dan menjadi takut tentang apa
yang bakal terjadi pada mereka. Cobalah untuk tidak menghakimi dan
marah: karena hal ini akan membuat mereka menutup diri. Anda juga bisa
berbicara tentang pengamatan atau pengalaman yang anda miliki tentang
narkotika. Saat anda mungkin merasa ragu melakukan hal ini, ini akan
membuat anda lebih manusiawi di mata remaja anda.
Seringkali
orang-orang terdekat dengan anak remaja anda (dalam hal ini adalah
anda) lebih mudah mengingkari bahwa anak remaja mereka mempunyai masalah
dengan narkotika. Namun ketika hal ini menyangkut tentang
ketergantungan narkotika pada anak remaja, anda tidak dapat melakukan
ini. Sangatlah penting untuk menolong mereka secepat mungkin. Jangan
menyerah dan berkecil hati jika usaha awal anda gagal. Pada akhirnya
anda akan dapat melaluinya dan kemudian anda dan anak remaja anda bisa
berusaha memulai untuk melawan ketergantungan obat bersama-sama.
E. PORNOGRAFI
Rasa
ingin tahu ditambah besarnya gairah syahwat pada masa remaja membuat
banyak remaja (terutama laki-laki) terperosok ke maksiat satu ini.
Banyak media yang memuat pornografi. Mulai dari poster, majalah, buku,
sampai VCD. Bahkan majalah Playboy yang udah masyhur kepornoannya pun
udah masuk ke Indonesia setelah majalah porno lainnya eksis di negeri
ini.
Menahan
pandangan dari lawan jenis termasuk juga nggak liat hal-hal yang porno
semacam ini. Pornografi juga memancing kejahatan seperti pelecehan
seksual dan pemerkosaan. Berapa banyak kasus perkosaan berawal dari
nonton VCD porno.
Alhamdulillah,
nilai-nilai syariat Islam udah mulai ditegakkan di negeri kita. Setelah
Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi disahkan, kita nggak aman
dari tuntutan hukum dunia dalam masalah ini. Kalo ketauan liat atau bawa
barang-barang berbau porno, kamu bisa dipenjara atau kena denda. Selain
itu, kamu masih harus menghadapi tuntutan hukum akherat kalo nggak
tobat.
F. ONANI MASTURBASI
Maksiat
yang satu ini juga terkenal banget dilakukan oleh para remaja. Sebabnya
rata-rata sama, ingin tahu dan besarnya nafsu seksual pada masa remaja.
Menurut penelitian, aktivitas ini lebih banyak dilakukan remaja pria
(sekitar 90%), namun ada juga remaja perempuan yang melakukannya (30%).
Sebagian
orang menganggap melepaskan syahwat dengan onani/ masturbasi merupakan
jalan yang lebih selamat daripada berzina. Kadar maksiat mungkin memang
lebih rendah dari zina beneran. Tapi bukan berarti onani nggak
terlarang. Dalam Islam, melampiaskan nafsu syahwat hanya diperkenankan
dilakukan terhadap istri atau suami. Barangsiapa yang mencari
pelampiasan selain itu maka mereka termasuk orang yang melampaui batas.
Onani jelas termasuk jalan lain, berarti onani termasuk perbuatan
melampaui batas.
Jika
onani dibolehkan, tentu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam nggak
perlu memerintahkan para pemuda yang belum mampu untuk menikah untuk
berpuasa. Mereka yang belum mampu menikah tentu tinggal diperintahkan
untuk onani. Namun kenyataannya enggak, mereka yang belum mampu menikah
diperintahkan untuk berpuasa, tidak diperintahkan untuk onani. Jadi,
onani tetap aja terlarang.
G. MUSIK
Satu
hal yang biasanya remaja kurang tahu bahwa hal tersebut juga merupakan
maksiat adalah mendengarkan musik. Parahnya, kehidupan remaja saat ini
kayaknya nggak bisa lepas dari musik. Konsumen musik terbanyak tetap aja
remaja. Buktinya, media cetak remaja, baik yang untuk cewek atau cowok,
baik yang majalah atau yang tabloid, semuanya memberikan porsi ruang
yang lumayan besar bagi berita musik.
Musik
merupakan sesuatu yang haram karena Rasulullah bersabda tentang akan
datangnya suatu kaum yang menghalalkannya. Musik merupakan senjata ampuh
setan untuk melalaikan manusia dari mendengarkan Al-Quran.
Musik
juga merupakan pembuka kemaksiatan lain. Orang yang suka musik mungkin
akan sering menghadiri pertunjukan musik. Biasanya di pertunjukan musik,
sponsornya adalah rokok. Trus, kalo beli tiket, dapat rokok gratis.
Malah jadinya merokok kan? Belum lagi kalo acaranya bertempat di klub
malam, pasti mereka jual minuman beralkohol juga. Udah acaranya kelar,
acara lanjutannya pasti disko dan dansa bareng. Waduh, waduh,,,jangan
sampe dech!
H. MENCONTEK
Dosa
yang ini biasa terjadi di sekolah, terutama saat ulangan atau ujian.
Mencontek dilakukan untuk mendapatkan nilai yang bagus. Hakikatnya,
mencontek adalah menipu, baik diri sendiri maupun guru.
Hasil
yang kamu peroleh mungkin memang seperti yang kamu harapkan. Tapi
betulkah demikian kemampuanmu? Ingatlah, pertanggungjawaban nggak cuma
didepan guru saja. Di akherat nanti, penipuan yang kamu lakukan tersebut
juga harus kamu pertanggungjawabkan. Nah lo!
I. MEROKOK
“Nggak
jantan kalo nggak merokok!” Remaja pria kalo udah diberi cap seperti
ini biasanya keder juga. Lalu, ikut-ikutan lah ia merokok. Padahal, yang
jantan adalah yang nggak merokok; sendirian tanpa rokok aja udah berani
menghadapi masalah hidup. Kenyataannya, rokok memang bisa menjadi
pelarian orang-orang pengecut yang nggak berani menghadapi hidup.
Rokok
seluruhnya mengandung racun. Bisa jadi ia malah lebih berbahaya
daripada khamr. Alloh melarang kita membinasakan diri kita sendiri. Kalo
begitu, menghisap rokok juga diharamkan.
Rokok
juga merupakan pintu untuk merasakan hal-hal haram lainnya. Pecandu
rokok bisa-bisa tertarik untuk mencampurkan ganja di rokoknya. Ganja
mempunyai efek memabukkan, jadi tentu saja ganja adalah barang haram.
Kalo udah kenal rokok-dan ganja- nggak lama kemudian para remaja akan
mencoba obat-obat penenang. Nggak ketinggalan juga miras. Seringkali
pecandu semua itu berawal dari merokok. Busyeeet..!
Hal-hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi kenakalan remaja.
1. Kegagalan yang mencapai identitas peran dan lemahnya kontrol diri bisa dicegah atau diatasi dengan prinsip keteladana.
2. Adanya motifasi dari keluarga , guru , teman sebaya untuk melakukan point pertama.
3. Kemauan
orang tua untuk membenahi kondisi keluarga sehingga tercipta keluarga
yang harmonis , komunikatif , dan nyaman bagi remaja.
4. Remaja
pandai memilih teman dan lingkungan yang baik serta orang tua member
arahan dengan siapa dan dikomunitas mana remaja harus bergaul.
5. Remaja
membentuk ketahanan diri agar tidak terpengaruh jika ternyata teman
sebaya atau komunitas yang ada tidak sesuai dengan harapan.
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
a. Pada
dasarnya kenakalan remaja meliputi semua perilaku yang menyimpang dari
norma-norma hukum pidana yang dilakukan oleh remaja. Perilaku tersebut
akan merugikan dirinya sendiri dan orang-orang disekitarnya.
b. Kenakalan
remaja pada zaman sekarang ini disebabkan oleh beberapa factor.
Perilaku nakal remaja disebabkan oleh factor remaja itu sendiri
(internal) maupun factor dari luar (eksternal).
c. Remaja
harus bisa mendapatkan sebanyak mungkin figur orang-orang dewasa yang
telah melampaui masa remajanya dengan baik juga mereka yang berhasil
memperbaiki diri setelah sebelumnya gagal pada tahap ini.
d. Adanya motivasi dari keluarga , guru , teman sebaya merupakan hal-hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi kenakalan remaja.
e. Anak-anak
yang tidak disukai oleh teman-temannya anak tersebut menyendiri. Anak
yang demikian akan dapat menyebabkan kegoncangan emosi.
B. SARAN
a. Perlu
adanya tindakan-tindakan dari pemerintah untuk mengawasi tindakan
remaja di Indonesia agar tidak terjerumus pada kenakalan remaja.
b. Perlunya penanaman nilai moral , pendidikan dan nilai religious pada diri seorang
0 komentar:
Posting Komentar